Rabu, 03 Juni 2009

PENGUMUMAN PRAKUALIFIKASI DINAS PENDIDIKAN KAB. ASAHAN TAHUN 2009


LELANG dapat dilakukan sebelum DIPA disahkan

Sebagaimana banyak disuarakan oleh berbagai pihak, kita mengingin kan anggaran yang sudah ditetapkan setiap tahunnya dapat secara efektif segera terserap. Penyerapan yang cepat tentunya perlu tetap sejalan dengan pelaksanaan fisik kegiatan.

Keinginan ini memerlukan proses persiapan pelaksanaan kegiatan yang lebih awal, termasuk dalam proses pengadaannya.

Kita semua menginginkan proses pengadaan dapat dilakukan jauh-jauh hari sebelum anggaran disahkan agar waktu pelaksanaan lebih longgar dan efektif sejak 1 Januari.

Untuk menjawab keinginan tersebut, Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat Keppres No. 80 Tahun 2003 mengatur secara eksplit pada Pasal 9 Ayat (6) bahwa Pejabat Pembuat Komitmen dapat melaksanakan proses pengadaan barang/jasa sebelum dokumen anggaran disahkan sepanjang anggaran untuk kegiatan yang bersangkutan telah dialokasikan, dengan ketentuan penerbitan SPPBJ dan tanda tangan kontrak dilaksanakan setelah dokumen anggaran untuk kegiatan/proyek disahkan.

BiLLING RATE KONSULTAN

Pertanyaan yang sering muncul dalam setiap pertemuan adalah bagaimana mendapatkan harga yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai imbalan suatu pekerjaan jasa konsultansi.

Di pada yang lalu, Bappenas dan Depkeu pernah menerbitkan Surat Edaran Bersama (SEB) berkaitan dengan standar harga satuan untuk jasa konsultan yang terkenal dengan sebutan Billing Rate Bappenas. Dalam perjalanannya, praktek penerapan billing rate tersebut menimbulkan kerancuan banyak pihak.

Angka-angka billing rate kemudian digunakan sebagai dasar negosiasi harga, dan panitia pengadaan cenderung tidak berani keluar dari angka yang ada. Akhirnya, pengguna seringkali menghadapi persoalan karena angka-angka tersebut tidak mencerminkan harga pasar sesungguhnya untuk suatu keahlian. Yang terjadi kemudian adalah akal-akalan (akrobat) dengan angka yang ada. Hal ini jelas tidak sehat. Pada waktu pemeriksaaan oleh auditor, persepsi serupa juga terjadi. Auditor memandang angka dalam SEB tersebut sebagai harga yang tidak boleh dilampaui.

Dari sisi penyedia, karena billing rate diperlakukan sebagai pagu yang tidak dapat dilampaui maka penyedia juga tidak dapat memberikan proposal yang baik. Penyedia jasa konsultansi kemudian menggunakan dan memberikan tenaga ahli yang mau dibayar di bawah harga pasar, atau mengajukan proposal yang dalam perjalanannya diganti dengan tenaga ahli yang lebih rendah kualifikasinya.

Alhasil, dua belah pihak terbelenggu oleh implementasi dari angka billing rate dalam SEB dan menyebabkan hasil pekerjaan tidak optimal.

TANTANGAN MEMBANGUN E-PROCUREMENT

Sebagai negara kepulauan, kondisi geografis wilayah negara kesatuan Republik Indonesia menciptakan banyak tantangan dalam pengadaan.

Tantangan pertama adalah terbatasnya akesibilitas kepada informasi kebutuhan dan ketersediaan barang dan jasa di pasar. Pelaku usaha penyedia barang atau produsen barang tidak cukup mendapat informasi instansi yang memerlukan barang dan jasa. Sebaliknya, instansi sebagai konsumen tidak mendapat infomasi yang memadai mengenai ketersediaan barang dan jasa oleh pelaku usaha. Persoalan ini memerlukan strategi pengembangan satu sistem yang memungkinkan bertemunya dua sisi kepentingan tersebut. Bappenas telah mengarahkan penggunaan sistem pengadaan yang berbasis internet dan DETIKNAS telah memutuskan untuk hanya dibangunnya satu sistem pengadaan secara elektronik.

Belum berkembangkan infrastruktur komunikasi yang memungkinkan ketersediaan informasi supply-demand pada pasar pengadaan telah menciptakan pasar yang terfragmentasi berdasarkan wilayah-wilayah geografis bahkan cenderung terfragmentasi berdasarkan wilayah administrasi. Kondisi ini memerlukan strategi pengembangan yang mengarah kepada pemanfaatan semua infrastruktur yang sudah terbangun digunakan secara maksimal bersama-sema dengan sistem yang lain, termasuk digunakan secara bersama oleh berbagai instansi pusat dan daerah.

Pemanfaatan infrastruktur yang tidak tersekat-sekat berdasarkan wilayah administrasi, wilayah kewenangan maupun wilayah geografis akan menghasilkan tingkat efisiensi yang luar biasa. Pada gagasan ini, maka infrastruktur informasi dan komunikasi yang dibangun oleh misalnya Depkeu, dapat dimanfaatkan oleh semua instansi puast dan daerah. Demikian pula misalnya apabila di suatu wilayah yang sudah berkembang adalah infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah daerah, maka infrastruktur tersebut harus dimungkinkan dimanfaatkan oleh instansi pusat dan daerah.

STRATEGI IMPLEMENTASI E-PROCUREMENT

Sebagaimana kita ketahui bersama, pengadaan barang/jasa pemerintah saat ini menghadapi masalah besar berkaitan dengan antara lain:

pasar pengadaan yang tidak terbuka (terfragmen, hanya sebagian kecil pelaku usaha yang mendapat akses pada pasar pengadaan, arisan tender sampai pada dominasi pelaku usaha atau kelompok usaha pada pasar pengadaan dan premanisme);

kurangnya kapasitas manajemen pengadaan oleh instansi pemerintah dari aspek pengorganisasian maupun jumlah dan kompetensi personelnya; dan

bad governance (tidak transparan dan tidak akuntabel, penyalagunaan wewenang untuk kepentingan tertentu sampai tindak pidana korupsi).


Mulai tahun 2003, telah digulirkan agenda pembenahan di bidang pengadaan yang meliputi pembenahan aspek peraturan perundang-undangan melalui terbitnya Keppres 80 Tahun 2003, pemberian pedoman-pedoman berupa model dokumen pengadaan sampai pada penafsiran peraturan. Pembenahan juga mencakup bidang kapasitas SDM melalui pemberian pelatihan dan bimbingan teknis kepada semua pelaku serta mengujinya untuk mengukur tingkat pemahamannya pada satu elemen kompetensi.


Saat ini lembaga yang khusus untuk mengawal dan memimpin pembenahan di bidang pengadaan sudah berdiri dengan Perpres 106 tahun 2007 (LKPP). Diharapkan, LKPP akan membangun dan melengkapi personil dalam proses pengadaan dengan berbagai alat dan kelengkapan yang dapat membantu pengelola pengadaan melaksanakan pengadaan dengan lebih mudah dan mencapai tujuannya.


RESIKO KEGAGALAN KONTRAK

Tuntutan pada proses pengadaan sebagaimana dimaklumi pada akhirnya harus dapat menghasilkan barang atau jasa yang diperlukan sesuai tujuan. Tujuan pengadaan dapat berarti memperoleh barang dengan harga yang paling baik (murah atau sepadan), sesuai kebutuhan baik dari aspek tepat teknis, tepat mutu maupun tepat waktu.


Namun demikian, memperoleh kesemuanya tidak selalu mungkin. Untuk tujuan yang terakhir (tepat waktu), khususnya pada kegiatan pengadaan sebagai suatu rangkaian rantai suplai, seringkali tuntutan terhadap ketepatan waktu menjadi dominan, sehingga harga bukan menjadi pertimbangan utama.


Selama ini, pada sebagian besar pengadaan pemerintah, indikator kinerja yang digunakan lebih banyak menggunakan aspek harga. Seolah-olah, bila pengadaan menghasilkan nilai kontrak yang paling rendah, panitia pengadaan sudah dianggap berhasil. Sebaliknya, bila harga yang diperoleh tinggi karena tuntutan persyaratannya sangat tinggi, maka dianggap merugikan negara. Alhasil, banyak dijumpai pekerjaan yang nilai kontraknya murah (harga paling rendah) namun penyerahan pekerjaannya atau barangnya tidak tepat waktu.

Di sini terlihat bahwa pada saat ketepatan waktu penyerahan barang menjadi sangat penting misalnya untuk pelayanan kesehatan di RS, maka resiko kegagalan penyerahan barang harus dipikirkan peluang kejadiannya dan penanggulangannya. Pada umumnya, pertimbangan harga dapat dinomor duakan.

PENJADWALAN PELELANGAN

Pada praktek pelaksanaan pengadaan (pelelangan) sampai hari ini, pentingnya aspek penjadwalan dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan pengadaan seringkali tidak cukup dipahami oleh pengelola pengadaan.


Sebaliknya, apabila ada kepentingan untuk menguntungkan pihak tertentu, penjadwalan dapat digunakan untuk mengurangi kesempatan persaingan atau bahkan menutup peluang persaingan karena tidak diharapkan terjadinya persaingan.


Kekurangpahaman atas aspek ini juga terjadi pada tahap penyusunan rencana kerja dan rencana kegiatan. Pada tahap ini, pertimbangan perlunya waktu yang cukup untuk hasil pengadaan yang optimal seringkali dikalahkan dengan pertimbangan batas akhir berlakunya anggaran di bulan Desember. Rencana pelaksanaan pekerjaan tidak diberi ruang yang realistis, dan rencana pelaksanaan pengadaan cenderung diperketat untuk mengejar bulan Desember. Alhasil, tidak banyak pekerjaan yang selesai tepat di bulan Desember, juga tidak banyak proses pengadaan yang dapat selesai tepat waktu dan singkat sesuai yang dijadwalkan. Akhirnya, semua pihak menjadi kerepotan.

Pada dasarnya, pengadaan adalah suatu proses yang dapat direncanakan. Sedikit sekali kita menjumpai pengadaan yang tidak dapat direncanakan. Pengadaan yang tidak dapat direncana kan misalnya pengadaan barang/jasa untuk tanggap darurat, atau juga penanggulangan akibat bencana.

Daftar Blog Saya